“Memangnya ada apalagi sih, Pras?” tanyaku sambil menjajari langkah Pras. Egy mengikuti di sebelahku.
“Tadi sore aku ga sengaja mendengar percakapan ayah dan ibu. Kata ayah, sebuah mall akan dibangun di kota kita. Mall itu akan dibangun di hutan kota” jawab Pras sambil mempercepat langkahnya.
“Jadi, maksudmu malam ini kita akan menyelinap ke hutan itu?” Egy yang sedaritadi terdiam, angkat bicara.
“Iya. Kita harus berbuat sesuatu untuk menghentikan pembangunan mall itu. Itu hutan terlarang, hutan yang dijaga, dilindungi. Tidak boleh dirusak oleh siapapun. Begitu kata ayah” jelas Pras.
Malam ini, kami janji bertemu di depan rumah Pras. Kami akan menyelundup ke hutan di kota kami. Hutan terlarang. Entah mengapa diberi nama seperti itu. Menurut cerita ayah Pras, di hutan itu ada ‘sesuatu’ yang harus dilindungi. Tidak boleh diganggu. Tidak ada yang tau, apa wujud sebenarnya dari ‘sesuatu’ itu. Hutan terlarang selalu terkunci. Gembok yang ukuran serta bentuknya tidak normal itu selalu membingkai dipagar hutan. Malam ini, kami akan mencoba untuk membukanya.
“Pras, kamu yakin? Bagaimana cara kita membuka gembok ini?” tanyaku.
“Entahlah. Aku membawa beberapa perkakas kita sih. Kita coba aja. Ayo, Gy!” jawab Pras yakin. Egy bergegas menghampiri Pras. Aku masih terdiam, mengamati mereka dari belakang. Ragu. Perasaanku tak enak. Sepertinya ada yang tak beres dengan hutan itu.
Lima belas menit berlalu, namun kami tetap tidak bisa membuka gembok itu. Tiba – tiba saja, Pras terjatuh.
“Pras!” Egy dengan sigap menangkaptubuh Pras sebelum membentur tanah. Refleks aku berlari mendekati mereka.
“Pras! Bangun! Bangun!” aku berteriak mengguncangkan tubuh Pras. Namun tiba – tiba saja, Egy terjatuh. Pingsan.
“Egy!” belum sempat aku menghampiri tubuh Egy, aku ikut terjatuh. Hal terakhir yang kuingat adalah seorang kakek tua mendekati kami. Lalu aku pun pingsan.
---
“Tyo! Bangun! Ayo cepat bangun!” terdengar teriakan – teriakan orang yang kukenal. Tubuhku berguncang guncang. Kucoba membuka mata, membiasakan dengan sinar sekeliling.
“Dimana kita?” tanyaku bingung. Tempat ini terlalu indah dan terlalu asing bagiku.
“Sepertinya ini hutan terlarang. Kita lihat – lihat, yuk!”
Hutan terlarang. Pantas saja. Pikirku.
Hutan yang terlihat sangat kecil dari luar sana, terlihat sangat luas dari dalam sini. Hutan ini sangat indah. Pohon – pohon rimbun. Rumput – rumput menghijau tumbuh tinggi, melambai – lambai tertiup angin. Seakan – akan mengucapkan salam selamat datang pada kami. Hutan ini masih asri. Belum terjamah orang banyak. Siapa pula yang ingin datang ke sini? Hutan terlarang yang pagarnya terkunci gembok berukuran dan berbentuk tidak normal.
“Selamat datang anak – anak” sambut sebuah suara gagah. Kami melihat sekeliling.
“Sepi. Siapa yang bicara?” tanya Egy heran. Aku menggeleng.
“Aku di sini, anak – anak” sahut suara itu lagi. Lalu, di bawah sebuah pohon di depan kami, terlihatlah seekor singa gagah. Singa tersebut menyeringai, memperlihatkan gigi – gigi runcingnya.
“Bukan dia yang bicara, ‘kan?”
“Ya, aku yang bicara” jawab singa itu, menyeringai.
“Sepertinya memang dia”
---
Namanya Leonn. Singa penjaga hutan terlarang. Leonn bilang, banyak hal – hal ajaib masih tersimpan di hutan ini. Contohnya saja ia, seekor singa yang bisa berbicara. Masih banyak hal ajaib yang akan kalian temui di hutan ini. Leonn bercerita banyak hal pada kami. Sudah lama ia tinggal di hutan ini. Sudah lama pula ia mencari penjaga manusia, yang akan membantunya menjaga hutan ini. Jika penjaga sebelumnya mulai menua, maka Leonn akan mencari penjaga baru.
“Hutan ini menyimpan banyak rahasia. Banyak hal – hal baik di dalam sini. Namun, tidak sedikit pula hal – hal buruk yang tersembunyi di dalamnya. Tugas para penjaga adalah untuk menjaga hutan ini tetap ada, assri, lestari. Jangan sampain terjamah orang luar. Karena bila mereka mengetahui rahasia hutan ini, kami takut mereka akan menyalahgunakannya” jelas Leonn.
“Memangnya ada hal jahat apa di dalam sana?”
“Belum saatnya kalian tau. Cepat, kalian harus pulang. Bawa ini” Leonn memberikan sebuah kunci pada kami. “Kalian bisa kembali ke sini sesuka hati dengan menggunakan kunci itu. Bergegaslah!”
Kami berlari menuju arah pulang yang ditunjukkan Leonn. Kulihat hutan untuk yang terakhir kalinya. Namun, pemandangan hutan tiba – tiba saja menghilang…
---
“Dimana ini?”
“Di rumah, nak. Kalian ditemukan tergeletak pingsan di depan pagar hutan. Sedang apa kalian disana?” tanya ayah Pras.
“Ah iya! Jangan membangun mall di hutan itu, yah. Jangan rusak hutan itu” Pras sontak berteriak.
“Pembangunan mall di hutan itu dibatalkan. Ayah berhasil membujuk warga agar menyarankan tempat lain. Hutan itu aman untuk saat ini” jawab ayah Pras, tersenyum. “Ayah serahkan pada kalian ya. Kalian punya kuncinya, ‘kan?”
Ayah Pras mengedipkan matanya, lalu berjalan pergi. Kami saling pandang. Dengan segera, kuperiksa saku celanaku. Tidak ada apa – apa. Egy yang bereaksi terlebih dahulu.
“Jadi?” tanyanya heran, memperlihatkan sebuah kunci besar tua di tangan kanannya.
“Itu kunci masuk hutan terlarang. Sepertinya, kita sudah harus mulai membatu Leonn berjaga – jaga”
Kunci hutan terlarang sudah kami pegang. Kamilah penerus yang akan menjaga hutan itu. Menjaga rahasia hutan serta hal – hal ajaib di dalamnya. Menjaga keindahannya. Menjaga agar hutan tak terjamah oleh orang luar. Menjaga keseimbangan ekosistem di kota kami.
-selesai-
-ran
Comments
Post a Comment