Skip to main content

[OAL] Menunggumu - Peterpan ft. Chrisye

Selamat malam!

Ceritanya lagi pengen banget posting, tapi bingung. Beberapa kali nulis cuma setengah jalan, nggak sampai selesai. Mumpung lagi ada supply koneksi wifi dari kampus, jadi nggak harus tetring pagi buta. Iya, maklum aja gue masih mahasiswa hahaha. Alibi banget. Oke deh, jadi gue memutuskan untuk posting cerpen yang gue buat beberapa bulan yang lalu. Sebenernya sih udah pernah gue post di blog gue yang lain hahaha. Cuma di sini belum pernah gue post. Yaudah lah ya gapapa gue posting di sininya telat.

Cerpen ini idenya dari salah seorang adik unyu lagi nih. Waktu gue lagi bingung mau lanjutin tulisan gue, terus gue blogwalking dan nemu blog dia. Cerpen ini gue buat berdasarkan hasil penghayatan gue setelah mendengar lagu menunggumu-nya peterpan. Makanya gue kasih judul OAL alias Obrak Abrik Lirik. Kata adik kelas gue sih gitu... Hahaha.

Langsung aja deh, ya. Khusus untuk kalian yang masih menunggu. Untuk kalian yang berusaha mempertahankan keyakinan. Untuk kalian yang sedang melawan jarak dan waktu. Selamat terus berjuang. Selamat membaca!
-ran

*****


Jalanan begitu padat dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Orang-orang bergegas, berjalan cepat agar tak tertinggal tumpangan mereka. Klakson nyaring terdengar saling bersahutan. Tipikal jalanan saat hari menjelang malam dan segala aktivitas sibuk di perkantoran telah usai. Tak hanya pekerja, para pelajar yang baru menyelesaikan kegiatannya pun ingin lekas pulang. Terutama saat ini, menjelang libur akhir pekan.
Aku terjebak diantara kemacetan dan lalu lalang manusia yang luar biasa ini, sedaritadi berusaha menikmati lagu yang terputar dari saluran radio yang telah kupilih. Berkali-kali menghela napas, mencoba memaklumi bisingnya keadaan sekitar.
Hampir dua jam mengendarai mobil, bahkan belum menempuh setengah perjalanan untuk mencapai tempat tujuanku. Kesabaranku mulai habis.

Tring! Penanda pesan masuk di ponselku berbunyi. Segera kubuka pesan itu. Ah, menerima kabar darinya selalu bisa membuatku senang. Kurasakan bibirku menyunggingkan seulas senyum.

Aku udah pulang nih. Udah ganti baju, udah bersih-bersih. Kamu udah sampai mana?
Masih jauh banget. Sampai tempat kamu tengah malam kayaknya. Gimana? Ketikku cepat sambil menatap jalan sesekali.
Oke, aku nonton film aja kalau gitu biar gak ketiduran, hehe. Aku makan duluan, ya? Lapar banget. Kamu berhenti beli makan aja kalau ada rest area.
Iya, gampang. Kamu pasang alarm, deh. Atau nanti aku telpon kalau udah sampai. Tapi jangan di silent. Macetnya parah banget nih, bikin kesel.
Siap bos! Aku usahain gak ketiduran. Sabar, sayang. Nanti kalau udah sampai kan kamu bisa langsung istirahat. Jangan galak ah, serem tau. Haha.

Begitulah, sisa perjalanan kuhabiskan dengan mengobrol lewat pesan singkat. Sesekali tertawa membaca pesan balasannya. Perjalanan jauh dan melelahkan pun tak begitu terasa lagi. Terlebih perjalanan ini untuk menemuinya, setelah sekian lama menahan rindu demi menyelesaikan tugas masing-masing.

***

“Maaf ya, aku ketiduran. Ngantuk banget. Kamu udah nunggu lama?”
“Belum, kok. Kan aku udah bilang tadi, pasti malam banget sampainya. Kamu tidur lagi aja.” Jawabku sambil merapikan tas yang kubawa.
“Gak mau, nanti aja bareng kamu. Aku tau kamu belum makan. Mau pesan apa? Mungkin masih ada beberapa tempat makan yang buka. Maaf ya, aku gak masak hari ini.”
Ia telah bergerak cepat menyiapkan segelas teh hangat untukku. Ia terlalu mudah menebak segala kebiasaanku. Tak perlu kuceritakan, ia seperti sudah tahu apa saja yang harus dilakukannya di saat-saat seperti ini. Aku menjawab sambil tersenyum, “Apa aja, yang biasanya juga boleh.”

Kami menghabiskan beberapa jam menonton film sambil menunggu pesanan makanan datang. Rupanya ia pun kelaparan karena terbangun tengah malam. Ia makan dengan lahapnya, sesekali memberi jeda untuk bercerita tentang banyak hal selama kami tidak bertemu. Sinar matanya yang penuh semangat dan pipinya yang mulai tembam, tak pernah gagal membuatku gemas dan berakhir dengan mencubitinya.
Hari hampir pagi ketika aku memutuskan untuk tidur. Ia telah menguap lebar-lebar beberapa kali. Sepertinya kami terlalu asyik mengobrol dan menonton film.

“Tidur, yuk. Udah pagi gini. Katanya mau jalan-jalan?” bujukku.
“Iya, jalan-jalannya lihat nanti, ya. Aku bisa bangun atau enggak, hehe.”
Ia naik ke kasur dan sudah meringkuk di bawah selimutnya seperti biasa. Aku mematikan lampu dan segera menyusulnya. Matanya mulai terpejam, tapi aku tahu ia masih menahan kantuk untuk menungguku. Hal yang selalu aku lakukan padanya sebelum tidur sejak beberapa tahun yang lalu.

Kucium keningnya perlahan. Lalu kurapatkan selimut kami dan kupeluk ia erat. “Selamat tidur. I love you, La.” Bisikku pelan.

Malam ini, seperti malam-malam sebelumnya. Kutemukan kembali ketenangan bersama seorang wanita yang terlelap dalam pelukanku. Beberapa menit dalam kenyamanan, aku pun tertidur.

***

Aku terbangun ketika kurasakan panasnya sinar matahari mulai berusaha menembus celah-celah tirai jendela. Kulirik sampingku, kosong. Kuhela napas panjang. Kutatap kosong langit-langit kamarku. Ya, kamarku.
Mimpi seperti itu lagi untuk yang kesekian kalinya. Aku sudah tidak menghitungnya, kurasa akan terlalu banyak mimpi yang kualami sampai kita bertemu kembali. Aku tidak ingin melupakan semua mimpi itu, jadi aku memutuskan untuk melupakan saja semua hitungannya. Agar aku masih bisa mengingat tiap detail dalam mimpiku.
Mimpi itu mulai membunuhku perlahan. Mimpi yang terasa begitu nyata, seakan kamu selalu berada di sisiku. Mimpi yang memburuku setiap malam tanpa jeda. Tanpa kesempatan untukku beristirahat. Berlari percuma saja, karena dia akan mengejarku lebih cepat lagi. Apakah kamu memimpikan hal yang sama?
Aku pun mulai berhenti menghitung hari sejak perpisahan kita. Berhenti mengandai-andai tentang pertemuan kita selanjutnya. Dan aku nyaris berhenti berharap kita akan segera bertemu. Tapi kamu tahu? Aku masih saja percaya. Percaya akan semua janji yang kamu ucapkan terakhir kali. Yakin terhadap perasaan kita. Bahwa kamu akan kembali padaku. Bahwa kamu pergi tidak akan terlalu lama. Bahwa kamu selalu mencintaiku.
Seringkali aku ingin tertidur pulas untuk waktu yang lama. Memilih tidak melakukan apa-apa untuk melewati hari. Berharap waktu berjalan sangat cepat, hingga saatnya kamu menunjukkan tanda-tanda kehadiranmu lagi di hidupku.

Entah sudah berapa lama aku melakukan ini. Aku menunggumu.

*****

"Ketika bicara menunggu, itu bukan tentang berapa jam, hari dan bulan. Kita bicara tentang titik di mana kita akhirnya memutuskan untuk percaya." - Laksmi Pamuntjak, Amba

Comments

  1. Bagus-bagus cerpennya. Paling Ejaan Bahasa Indonesia-nya aja dirapiin lagi. Dan, twist mimpi udah terlalu banyak dipakai, ya. Sama deh kayak gue, masih terlalu sering pake twist itu. :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siaap, Pak! Nanti dilatih lagi buat bagian ejaannya hehe.
      Iya nih...apa karena gue terlalu sering bermimpi :(
      Btw, makasih udah mau baca haha :D

      Delete

Post a Comment